DERITA BERUJUNG BAHAGIA
Karya
: M Fakih Abdurrohman
Teng…teng…teng… bel tanda masuk kelas pun berbunyi. Aku
dan teman-temanku langsung berlari ke kelas seperti sedang lomba balap lari
sembari mulut masih penuh makanan. Maklum, itu semua kami lakukan karena
pelajaran selanjutnya adalah pelajaran pak Agung sang guru Matematika yang
galak abis. Jika kami terlambat masuk kelas 1 menit saja, pasti akan langsung
dapat hukuman yang bermacam-macam, seperti hormat bendera lah, get out lah, ya…
pokoknya macam-macam deh.
Oh iya, sampai lupa aku jadinya, kita kan belum kenalan, seperti
yang pepatah bilang " Tak kenal maka tak sayang " hehehehe.
Perkenalkan namaku Ardina utamy, umurku masih 17 tahun dan bersekolah di SMA Negeri
2 kediri. Aku senang sekali bisa bersekolah disini, Maklum SMA ini merupakan
SMA favorit di Kediri saat itu.
Aku mempunyai banyak sekali sahabat di SMA ini, namun
hanya ada satu orang sahabat yang aku anggap
baiiiiik banget, sampai – sampai aku menganggapnya sebagai adik, nama sahabatku itu adalah Ranita Magdalena.
Memang sih kedengarannya Magdalena itu nama orang asing, tapi faktanya Ranita
Magdalena itu orang asli Palembang hehehe gak nyangka kan?
Selain sahabat, aku juga punya seseorang yang aku anggap spesial,
dia adalah Faqih Alsharavy yang merupakan teman laki-laki sekelasku. Sebenarnya
dia tidak terlalu tenar dan tidak terlalu pintar sih, tapi dia itu orangnya
baiiiik banget , suka menolong, ramah dan murah senyum. Sebenarnya aku sudah
lama mengharapkannya menembakku dari kelas X hingga sekarang kelas XII. Banyak
orang yang menembakku tapi, ku tolak semua hanya karena dia, namun hingga saat ini aku rasa dia tidak punya
perasaan sedikit pun padaku.
**********
Setelah sampai, langsung saja kulihat ke dalam kelas
untuk memastikan bahwa aku tidak terlambat. Untungnya aku tidak terlambat masuk
kelas. Tak..tak…tak.. kudengar suara yang tidak asing lagi bagiku, ya, itu suara langkah kaki pak Agung yang
sedang menuju ke kelas.
"Assalamualaikum anak-anak" sapa, pak Agung.
" Waalaikum salam paaaaaaak" jawab kami
serentak.
" Baiklah hari ini, bapak akan memeriksa PR kalian
terlebih dahulu "
"Apa???? Aduuh aku lupa membuat pr nya "
gumamku dalam hati
" Dina, mana pr mu? " ujar pak Agung yang
langsung membuyarkan pikiranku
" Ehhh ppprrr ya pa.. pak? " jawabku terbata –
bata
" Iya, pr Matematikamu mana? "
"Aduh pak aku lupa mengerjakannya " jawabku dengan
jujur walau takut-takut
"Dina ..dina.. kamu kan sebentar lagi akan
melaksanakan UN, bagaimana mau bisa menjawabnya? pr saja belum kamu
kerjakan!" timpal pak Agung dengan nada yang agak marah.
" Iya pak, Dina gak akan ulangi lagi perbuatan ini "
jawabku
" Kamu tahu kan apa yang harus kamu lakukan jika
tidak membuat pr di kelas ?" tegur pak Agung
"iya pak" jawabku
Tanpa langsung di komandoi aku langsung berdiri di depan
kelas dengan kaki sebelah di angkat dan harus menunggu sampai pr selesai di bahas,
aku merasa maluuu banget. Itulah sebabnya aku tidak suka dengan pak Agung.
Setelah kira-kira 15 menit aku berdiri, aku merasa ada
yang aneh pada diriku, kepalaku terasa berat, perutku terasa sakit dan
penglihatanku mulai kabur.
"BRAAAAAAK"
aku pun jatuh ke lantai, tapi sebelum aku jatuh kelantai aku merasa ada yang
menangkap diriku dengan sigap , namun aku tak bisa untuk melihat kejadian apa
yang sebenarnya terjadi.
***********
Saat pertama kali ku membuka mata, yang kulihat adalah
seorang lelaki bernama Riko Rahman, cowok paling tenar di sekolahku. Entah
kenapa, saat ini di hatiku ada sesuatu yang mengganjal walau di tolong oleh
Riko.
" Kamu gak apa-apa Din?" sahutnya
"iya gak apa-apa, makasih ya udah nolongin aku
" jawabku
Riko tidak menjawab apa
yang kukatakan tadi, dia hanya tersenyum ramah, aku tahu pasti ada sesuatu yang
ia sembunyikan.
Sejak tahu kalau Riko lah yang menolongku, aku tidak
terlalu lagi menaruh perhatian ku pada faqih, tapi, aku tetap tidak bisa
melupakannya. Aku coba berpikir kalau Rikolah orang yang aku senangi, tapi itu
semua hanya setengah perasaanku,aku tak tahu kenapa semuanya jadi begini.
**********
Tiba saatnya lah kami semua melaksanakan UN, aku berharap
di UN kali ini aku bisa mendapat nilai yang memuaskan dan bisa membahagiakan
orangtuaku.
Hari berganti hari, aku mencoba untuk fokus di UN. Aku
mencoba untuk tidak memikirkan kedua cowok yang terlintas di benakku itu. Aku
tidak ingin mengecewakan orang tuaku.
***********
Akhirnya UN
berakhir juga.
Aku senang karena seluruh pelajaran telah aku tempuh
dengan semangat juang tinggi, tidak ada kesulitan yang terlalu bagiku saat
menjawab semua soal-soal UN.
"Akhirnyaaaa, UN
berakhir juga " sahutku pada Rani
"Iya Din, aku
senang karena UN ini berakhir juga " jawab sahabat terbaikku ini
"Rani, kapan kita
akan perpisahan " lanjutku
"kalo gak salah
tanggal 1 Juni nanti"
" ohh" kataku
pendek
"Itukan hari ulang
tahun ku, masa' dihari ulang tahunku aku menangis tersedu-sedu lagi seperti
masa SMP? " batinku dalam hati
***********
Setelah hari yang melelahkan itu, aku pulang ke rumah
dengan langkah yang lunglai. Akupun tertidur lelap di kamar hingga fajar
menyapa.
"Kukuruyuuuuuuk" suara yang tak akan pernah ku
lupakan itu membangunkan aku dari dunia mimpi nan indah, bukannya aku senang
bangun pagi, tapi ini semua ku lakukan untuk melaksanakan kewajiban shalatku.
"Din, ayo cepat bangun udah jam setengah enam nih,
emangnya kamu enggak shalat?" suara yang tidak asing lagi bagiku
memanggilku dari luar kamar.
"iya maaa, dina udah bangun nih" sahutku dari
dalam kamar.
Aku bergegas bangun dari kamar lalu bergegas ke kamar
mandi untuk mengambil wudhu, baru setelah itu melaksanakan shalat subuh yang
sudah rutin ku jalankan.
"Tumben din bangunnya siang amat" tegur papaku setelah
aku selesai shalat. "Iya nih
pa, Dina mungkin kecapaian setelah melaksanakan UN " ujarku dengan suara
serak.
"Din, kamu gak apa-apa?" ujar Papa yang melihat perubahan pada diriku
"eeaauuaeeeauua aa" ujarku
Aku terkejut, aku tidak bisa bicara lagi seperti orang
normal pada umumnya, aku merasa lidahku sulit dan kaku untuk berbicara. Papa
yang mendengar ucapanku langsung khawatir dengan keadaanku.
"Din, ka…ka…kamu gak apa-apa Din? Kenapa tiba-tiba
kamu gak bisa bicara gitu?" ujar papaku
menyelidiki
"eeeaaaueaeuuaaa" ujarku sambil menggelengkan
kepala tanda tidak tahu juga mengapa aku bisa jadi begini.
Papa yang langsung mengetahui keadaanku langsung
membawaku ke rumah sakit dengan membawa motor. Ingin rasanya aku menangis
membayangkan jikalau aku tidak bisa bicara lagi dan menjadi seorang tunarungu.
Ya ALLAH aku tahu pasti semua yang terjadi padaku ini akan ada hikmahnya,
batinku dalam hati. Selama dibonceng Papa, aku merasa Papa sangat khawatir dengan
diriku, kulihat papa gemetaran menahan tangisnya sambil mengendarai kendaraan
yang cukup modern ini.
Belum setengah perjalanan kami sampai ke rumah sakit, Papaku
mendapat telepon dari seseorang. Papaku sangat serius mendengar pembicaraan
dari seseorang yang meneleponnya , sayup-sayup kudengar kata demi kata yang
orang tersebut bicarakan dengan papa.
" Apakah ini dengan Bapak Surya adi ?" ujar
suara dari dalam telepon genggam papa
" Iya benar, ini dengan Bapak Surya adi ini siapa
ya? dan, ada perlu apa?"
" Ini dengan pak Norman, satpam di tempat Ibu Halimah
kerja!"
" ooh iya pak, hmmm ada apa dengan istri saya pak
sampai-sampai saya ditelepon segala?
" ujar papa dengan nada yang sedikit lemas tanda khawatir
" Sebelum saya berkata lebih jauh, saya minta bapak untuk
tenang terlebih dahulu. Hmmm begini, jadi tadi pagi, saya melihat ada
kecelakaan motor di depan pos Satpam. Nah setelah saya amati lebih jauh,
ternyata yang kecelakaan itu istri bapak, Bu Halimah. Sekarang Bu Halimah
sedang ada di Rumah Sakit Cipta Husada. " cerita pak Norman
Setelah mendengar itu semua papa langsung meneteskan air
mata yang deras bak banjir yang melanda Jakarta. Melihat dan mendengar itu
semua, aku pun langsung merasa seperti terpukul palu dengan berat 1 ton dan
bagai dicambuk dengan cambukan malaikat munkar nakir. Aku tidak bisa
menghentikan air mata yang bisa membuat ayah bertambah sedih.
Aku memberi isyarat kepada ayah untuk langsung pergi ke
Rumah Sakit Cipta Husada.
**********
Setiba di sana aku bermaksud untuk langsung menemui Ibu.
Tapi ayah melarangku. Itu semua aku maklumi karena keadaan yang tak terduga
telah menggerogoti diriku, ibu pasti shock melihat keadaanku yang sekarang.
Aku duduk menunggu di kursi tunggu, bak anak burung yang
menunggu kabar ibunya yang sedang mencari makan. Aku menunggu sambil menangis
ditemani air hujan lebat yang menemaniku dalam kesedihan. Tak henti-hentinya
aku menangis hingga datang seseorang yang aku tunggu berjalan lunglai dengan tatapan wajah tanpa
kepastian. Ya, itu papa ku.
" Pa, gimana keadaan ibu sekarang?" tulisku
pada sebuah kertas sambil menyeka air mata yang telah mengucur deras sejak
tadi.
" I..Ibu butuh operasi otak nak, ibu mengalami
kerusakan otak bagian tengah setelah kecelakaan tadi" jawab ayah yang mengerti perasaanku
"huuuft" aku menghembuskan nafas dalam tanda
sedikit lega karena masih ada kesempatan yang kedua buat ibu
" Nak, yang membuat ayah sedih bukanlah operasi itu,
melainkan resiko dari operasi itu. Resikonya adalah antara kesehatan dan
kepulangan ke Rahamatullah" lanjut ayah dengan kata tersirat.
Aku yang sudah SMA dan sudah belajar makna tersirat dari
pelajaran Bahasa Indonesia mengerti dengan apa yang ayah sampaikan.
" Nak, kamu harus banyak-banyak berdo'a untuk ibumu
ya, agar operasi otaknya berjalan lancar. Nah sekarang kita periksa keadaanmu
yah, agar kamu bisa sehat lagi dan bisa
bicara lagi dengan ibu" ujar ayah menyemangatiku
Aku hanya bisa mengangguk tanda isyarat mengerti.
Setelah lama berkonsultasi ke dokter, aku menerima berita gembira dari papa.
" Din kamu bisa sembuh sekitar 7 hari lagi kok ,
asal kamu harus rutin minum obat dan berdo'a ya" ujar papaku
**********
Setelah kejadian itu, papa bekerja keras sekali untuk membayar operasi otak ibu. Aku merasa kasihan dan merasa iba melihat
perjuangan papa yang sangat keras itu. Jika ada waktu luang aku pasti membantu
nya untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Maklum, Operasi otak ibu tidak akan pernah terlaksana
jika uang operasi nya belum dibayar. Itu akan membuat kondisi ibu bertambah
parah. Aku hanya bisa membantu sedikit dari sekian banyak pekerjaan yang papa
kerjakan, Sisanya aku hanya bisa berdo'a dan shalat malam untuk kesembuhan ibu.
Ini merupakan hari ke enam setelah kejadian itu, Papa sepertinya sudah
mempunyai uang yang cukup untuk membayar biaya operasi tentunya dengan bantuan
semua tabungan yang telah papa kumpulkan di bank.
**********
Setelah lama menunggu papa dirumah, kudengar suara motor
yang tidak asing lagi bagiku, ya, itu adalah suara motor papa.
Aku telah menyiapkan kue ulang tahun dan hadiah untuk
papa, karena kerja kerasnya selama ini, kebetulan hari ini juga merupakan hari
ulang tahunnya.
Setelah papa membuka pintu, dengan ramah kusambut papa ditemani
semua pernak pernik yang tidak terlalu mewah pada kue ulang tahun yang telah
aku buat khusus untuk papa.
Aku menyodorkan sebuah kertas yang berisi ucapan selamat
dan terima kasih ku kepada papa.
" Untuk : Papa
Selamat ulang tahun Papa, aku
berterima kasih atas semua yang telah ayah lakukan
untuk keluarga kita. Semoga kita bisa berkumpul lagi seperti dulu dengan ibu. Aku berjanji akan menjadi anak
yang berbakti pada orang tua dan juga
menjadi anak yang solehah, demi membahagiakan papa dan ibu.
Wish you all the best pa. :>"
Papa terharu melihat semua tindakan yang kulakukan ,
kulihat wajah papa memerah dan matanya mengeluarkan buliran air mata tanda
terharu. Spontan saja papa memelukku dengan pelukan yang hangat , yang membuat
diriku merasa sangat nyaman dalam pelukan papa. Aku hanya membalasnya dengan
pelukan dan mata penuh dengan air yang berlinang.
" Din, bukannya kamu besok perpisahan ujar papaku
"
" Dina gak usah ikut ah apa, soalnya Dina mau
nungguin ibu operasi" tulisku di sebuah kertas.
" Din, kamu tuh harus pergi ke acara perpisahan itu,
toh siapa lagi yang akan mengambil surat lulus atau tidak lulus mu itu, kan
suratnya dibagiin waktu perpisahan. Selain itu besok kan kamu terakhir kalinya
bersama dengan teman-temanmu di SMA Din. Kalau masalah ibu, kamu gak usah
khawatir, papa yang akan nungguin ibu di sana. Kita harus pasrah saja kepada
ALLAH , kan semua masalah itu pasti ada hikmahnya " ujar papa meyakinkanku
Aku hanya mengangguk tanda mengerti.
**********
Hari perpisahan pun tiba, aku bangun pagi- pagi untuk
bersiap ke sekolah.
Aku merasa ada yang
berbeda dengan diriku hari ini.
"PAAAAAAAA" teriakku
Papa yang sudah menyiapkan makanan menuju keruangan ku
dengan cepat.
"Paaaaaaa, Dina bisa ngomong lagiiii" ujarku
gembira
"Alhamdulillah Din, kamu bisa bicara lagi. Ya sudah
mandi sana, terus sarapan agar kamu nanti gak terlambat " ujar papa
" Iya pa" jawabku pendek
Selama perjalanan, aku masih
memikirkan tentang ibu.
Papa yang melihatku
terus bengong dari tadi hanya menggeleng.
Setelah sampai
disekolah papa berpesan padaku .
" Din, tadi kamu dijalan sedang mikirin ibu ya, Kamu
harusnya tetap tegar Din, dan kamu harus yakin kalau ibu nanti pasti sembuh.
Udah lupain aja tentang kondisi ibu. Kamu nikmati aja hari ini dengan penuh
suka cita dengan temanmu, toh kamu gak akan ketemu mereka lagi, kalau kamu lain
Universitas " Ujar papa
Aku pun berusaha untuk melupakan ibu untuk sejenak.
Akhirnya setelah bertemu dengan teman-temanku, aku bisa melupakan kondisi ibu
yang sekarang mungkin sedang melakukan operasi otak.
Seperti biasanya saat perpisahan, aku menangis bersama
teman-temanku. Hingga aku baru sadar jika ada seorang lelaki yang mendekatiku.
" Dina, aku ingin ngomong suatu rahasia yang sudah
lama aku pendam" katanya
"Ehhh A..A..Apa " Jawabku terbata-bata, Karena
kukira inilah saat seorang lelaki menembak wanita untuk menjadi pacarnya.
"Apa?? Riko ingin menembakku? Aku pasti bermimpi!
Sebenarnya rasa senangku itu hanya sedikit karena aku merasa ada yang
mengganjal hatiku ini untuk nerima kamu, tapi, pasti akan kuterima walau aku
tidak terlalu senang. Kan kamu yang nyelametin aku" Gumamku dalam hati
" Din, yang nolongin kamu saat pingsan itu bukan
aku, tapi Faqih"
Aku yang sudah siap
untuk nerima dia pun terkejut.
" Pantas saja ada sesuatu yang mengganjal hatiku
saat itu" Gumamku
Aku pun langsung membalikkan badan dan rasanya ingin aku
menangis. Namun aku menabrak tubuh seseorang yang telah lama di belakangku.
"DUUUG" aku
hampir terjatuh. Tapi ada sebuah tangan yang tidak asing bagiku lagi
"Faaaaqih"
kataku spontan
" iya Din , ini
aku Faqih aku datang kesini Cuma buat ngomong kalau aku sebenarnya aku suka
sama kamu, mau gak kamu jadi pacarku" Tembaknya
" IIIIIYYYAAAAA
" aku yang terkejut langsung meresponnya
Aku senaaaaaaaang
sekali saat itu.
**************
Akhirnya setelah
perpisahan, aku pun bergegas pergi ke rumah sakit.
"TIiiiit" terdengar suara klakson dari samping
kananku
"Faqiiih" jawab ku
"Mau ikut" katanya sambil mengulurkan tangannya
"Trimsss" ujarku.
Diperjalanan ke rumah sakit , aku menceritakan semua yang
terjadi pada ibuku, Faqih tampak serius dan simpati mendengarnya. Akhirnya kami
sampai juga di Rumah Sakit Cipta Husada. Aku melihat papa yang telah menunggu
ku sejak tadi, Aku melihat ada raut wajah yang berbeda dari papa . Papa
terlihat senang sekali.
"Pa, ini nih yang namanya Faqih. Yang sering aku
certain itu loh" ujarku mengenalakan Faqih pada papa"
" Ooooh jadi ini faqih yang sering dana certain ke
papa"
" Iya Om, saya faqih" ujar Faqih
" Saya Surya adi, Papanya Dina" ucap papa
"
Pa, gimana keadaan ibu sekarang?" tanyaku
" Alhamdulillaaaaaaah Din, Ibu selamat. Operasi nya
berjalan lancar "
Aku yang mendengar
semua berita itu kaget tak percaya.
Ya, benar apa yang sudah semua papa katakan padaku bahwa
semua yang ALLAH berikan ini pasti ada hikmahnya. Contohnya saja hidupku yang
awalnya susah menjadi sebuah akhir yang bahagia. Ya, kisah inilah yang sering
orang-orang tafsirkan menjadi suatu kisah derita berujung bahagia.
Aku tidak akan pernah melupakan semua ini , bahkan semua
peristiwa yang terjadi selama ini akan aku tulis di sebuah buku diary dan akan
kuceritakan semuanya pada ibu sampai ia bosan mendengar ceritaku.
Note :Gan jika ingin Copas sertain juga nama blog gue thanks .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar yang terbaik adalah komentar yang membangun !!!